A blog of everyday life and traveling experience.

Jumat, 03 Maret 2017

Kuliah di Jerman (RWTH Aachen)

SEMESTER 1 AKHIRNYA SELESAI! (*well, almost...)

Setelah sekian lama tidak menulis akhirnya saya bisa menyempatkan diri saya untuk menulis lagi. Dari dulu sebenarnya mau tulis pengalaman kuliah di Jerman (selama ini cuma tau sistem sekolahnya saja) dan akhirnya bisa kesampaian menulis setelah 1 semester hampir berakhir.

Bagi yang baru pertama kali membaca blog saya, izinkan saya memperkenalkan diri: Dala, 22 tahun, baru menikah, dan sementara lagi menempuh pendidikan S2 di RWTH Aachen University bersama suami :D Jurusan yang saya ambil adalah Media Informatics.

depan kampus :D

Semua yang saya tulis berdasarkan pengalaman saya kuliah di ITS dan di RWTH Aachen, mungkin ada beberapa persamaan dengan univ-univ lainnya di Jerman maupun di Indonesia. Oh iya sebagai tambahan, bahasa pengantar yang saya ambil adalah bahasa Inggris, jadi mungkin saja pengalaman saya berbeda dengan yang mengambil kuliah dengan mata pengantar bahasa Jerman.

Di Jerman....

SPP = Rp 0.
Salah satu alasan saya untuk menempuh pendidikan di Jerman (maklum beasiswa Ayah Bunda) adalah biaya SPPnya yang 0 rupiah atau 0 euro. Tetapi meskipun tidak membayar uang kuliah, setiap mahasiswa harus membayar uang transpor+uang sosial sebesar kurang lebih 4 juta per semester. Dengan membayar uang semester tersebut (bukan SPP loh ya), setiap mahasiswa akan mendapatkan tiket kereta/bus/tram/metro yang bisa dipakai selama satu semester. Lokasinya tergantung provinsi mana universitasnya, untuk Aachen yang berada di provinsi North-Rhine Westfalia, kami bisa berpergian sesuka hati kami di satu provinsi. Itu berarti bisa ke Düsseldorf, Köln, Essen, Padderborn tanpa membayar apapun! Jadi, 4 juta bisa dibilang cukup murah (biaya 1 kali naik bus jarak pendek di Aachen sekitar 20rb, dan naik kereta Aachen-Köln sekitar 100-150rb).


HAH? ABSEN? ITU APA?
Bagi kalian yang mungkin sering telat bangun, mager ke kampus, atau lebih senang belajar sendiri, mungkin Jerman merupakan negara yang tepat. Sebenarnya tergantung dosennya apakah mewajibkan untuk masuk kelas apa tidak, tetapi kebanyakan dosen tidak mewajibkan mahasiswanya untuk berada di kelas. Tetapi tetap saja berada di kelas dan memperhatikan dosen menjelaskan merupakan nilai plus karena belum tentu semua pertanyaan yang keluar di ujian ada di slide yang telah dishare (pengalaman pribadi ._.v).


TIDAK ADA REBUTAN AMBIL KELAS.. (yang ada dikick dari kelas)
Salah satu yang saya rindukan tetapi tidak ingin mengalami lagi adalah berebutan ambil mata kuliah pada awal semester. Menurut saya sudah cukup kekecewaan yang dirasakan ketika kelas yang diinginkan telah habis, atau rasa betrayal yang dirasakan ketika sedang bertransaksi tukar kelas tetapi ada yang tiba-tiba mengambil slot (ehe). Sudah cukup juga sindiran-sindiran yang ada di wall facebook karena kelas penuh oleh angkatan lebih muda (ehe, saya juga termasuk angkatan muda yang sering mengambil mata kuliah angkatan atas ._.v)...

Di universitas saya sekarang, well setidaknya di jurusan saya, tidak ada rebutan kelas. Tinggal daftar dan datang saja ke kelasnya. Adanya nanti setelah minggu pertama akan dilihat siapa yang dikeluarkan dari kelas jika kuotanya tidak mencukupi. Biasanya diprioritaskan mahasiswa yang wajib mengambil mata kuliah tersebut. 


IKUT UAS HARUS DAFTAR LAGI
Rajin datang di kelas bukan berarti harus mengikuti ujian semester itu juga. Salah satu sistem yang menurut saya pribadi rempong tapi life-saving adalah setiap mahasiswa wajib untuk mendaftar jika ingin ikut ujian. Pendaftaran biasanya dibukan 2 bulan sebelum ujian dan ada waktu batas pendaftaran. Kalau terlewat maka goodbye... ujiannya tahun/semester depan. Memang rempong, tetapi bagi yang merasa dirinya tidak sanggup untuk lulus semester ini, bisa skip ujian dulu dan mengambil ujian tahun depan.


UAS = YOUR FINAL GRADE
Ada banyak mata kuliah yang menjadikan nilai ujian akhir sebagai nilai akhir. Menurut saya hal ini menguntungkan bagi mahasiswa yang tidak suka mengerjakan tugas (karena rata-rata tugas di sini tidak wajib dikerjakan/tidak dinilai/pra-syarat ujian), tetapi tidak menguntungkan bagi mahasiswa yang terbiasa SKS aka sistem kebut semalam karena tidak mungkin bisa lulus ujian hanya dengan belajar sehari.


GAGAL UAS? BISA REMEDIAL
Setiap mahasiswa diberikan kesempatan untuk mengikuti 3 kali ujian tertulis dan 1 kali ujian lisan untuk setiap 1 mata kuliah. Kalau lulus pada ujian pertama, Alhamdulillah. Kalau tidak lulus, mahasiswa diberi kesempatan untuk ikut ujian kedua. Bobotnya sama dengan ujian pertama, jadi misalnya jika dapat A di ujian kedua, nilai akhirnya juga A. Bukan seperti di Indonesia yang memberikan nilai max 75 untuk remedial (ini dulu di SMA saya).

Saya memanfaatkan sistem ini untuk mengikuti ujian pertama di satu mata kuliah. Karena saya jarang masuk, saya yakin ujian saya tidak lulus, tetapi saya ingin tahu soalnya kira-kira seperti apa, jadi saya ikut mengikuti ujian pertama. Dan ketika mendapat hasil bahwa saya gagal, saya harus remedial dan sekarang saya memiliki 2 kesempatan untuk ikut ujian tertulis dan 1 kali ujian lisan (jika tidak lulus 3 kali ujian tulis).

Apakah akibatnya jika gagal 3 kali ujian tertulis dan 1 kali ujian lisan?
Menurut kabar yang saya dengar, mahasiswa yang telah gagal ujian sebanyak 4 kali akan di drop out dan akan sangat sulit sekali untuk pindah universitas (malah ada yang bilang sudah tidak bisa kuliah di Jerman lagi). Jadi tentunya kuliah di Jerman bukan buat mahasiswa yang berpikir "masih ada semester depan ngulangnya", karena ngulang mata kuliah di sini perlu dipikir-pikir terlebih dahulu...


DAFTAR LAB/SEMINAR SERASA DAFTAR KERJA
Untuk jurusan Informatika secara general, biasanya diwajibkan bagi setiap mahasiswa untuk mengikuti lab/seminar. Kalau jurusan saya, setiap mahasiswa wajib mengikuti 2 lab dan 1 seminar. Kalau di jurusan suami saya (Software Systems Engineering), wajib 1 lab dan 2 seminar. Lab/praktikum berbobot 7-10ECTS dan seminar biasanya 4ECTS. Output dari seminar adalah paper.

Nah, jika daftar kuliah lebih flexbile, daftar lab/seminar tidak seflexible itu. Di portalnya, setiap mahasiswa bisa memilih seminar/lab apa yang mereka inginkan berdasarkan prioritas (1, 2, 3). Jatah tiap mahasiswa maksimal 2 lab/seminar tiap semester. Jumlah tiap lab/seminar sekitar 10-16 orang (mungkin juga ada yang 20).  Pada saat pendaftaran waktu itu, kami disuruh menulis semacam CV (keahlian dan pengalaman dll) dikarenakan dosen sendiri yang akan memilih peserta seminar/lab. Alhasil saya melihat banyak kekecewaan pada teman-teman saya ketika mereka tidak dipilih untuk lab/seminar yang mereka inginkan. Saya sendiri Alhamdulillah dapat lab yang saya inginkan untuk semester ini (lab Blockchain, siapa tau ada yang kepo ._.v)


Untuk sementara itu yang bisa saya tulis, tulisan selanjutnya lebih membahas pengalaman pribadi kuliah di jurusan Media Informatics :D 

Terima kasih karena telah membaca blog saya. Jangan sungkan-sungkan untuk bertanya melalui komentar atau email ke dala.rifat27@gmail.com ketika memiliki pertanyaan.

Dala :)

2 komentar on "Kuliah di Jerman (RWTH Aachen)"